Postingan ini merupakan ringkasan dari tulisan Paulo Freire yang diterbitkannya dalam sebuah buku yang berjudul Pedagogy of the Oppressed, (Yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Pendidikan Kaum Tertindas). Sekalipun Paulo Freire adalah pendidik yang lahir dan besar dengan pemikiran-pemikirannya di Brasil tetapi bukunya ini justru pertama kali diterbitkan di Inggris Raya pada tahun 1972. Buku Pendidikan Kaum Tertindas ini sebenarnya cocok untuk diterapkan dalam kehidupan bersama bangsa Indonesia yang masih jauh dari kata sejahtera.
Sebelum jauh melangkah dengan pemikiran untuk menerapkan buku ini disituasi keberadaan pendidikan indonesia, kita akan menjelajah buku Pendidikan Kaum Tertindas ini.
Siapa-kah Paulo Freire?
Paulo Freire lahir pada tanggal 19 September 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan di Brasil bagian Timur Laut, wilayah kemiskinan dan keterbelakangan. Ayahnya bernama Joaquim Temistocles Freire, seorang anggota polisi militer di Pernambuco yang berasal dari Rio Grande do Norte. Ibunya bernama, Edeltrus Neves Freire, beraal dari Pernambuco, beragama Katolik, lembut, baik budi dan adil. Dari kedua orang tuanya-lah, Paulo Freire belajar menghargai dialog dan menghormati pendapat orang lain. Krisis Ekonomi Amerika Serikat 1929 mulai melanda Brasil, keluarga Freire mengalami beban yang berat, sehingga tahun 1931 keluarga ini terpaksa pindah Jabatao.Ayahnya juga meninggal di tempat ini. Dalam kehidupan yang berat, Paulo Freire justru menjadi orang yang punya tekad besar untuk mengabdikan kehidupanya pada perjuangan melawan kelaparan agar anak-anak lain jangan sampai mengalami kesengsaraan yang sama dengan dirinya.
Pada tahun 1944, Paulo menikah dengan Elza Maia Costa Oliviera, seorang guru sekolah dasar yang berasal dari Recife. Dari pasangan itu lahir tiga orang putri dan dua orang putra.Dalam perjalanan hidup dan kariernya, Freire telah banyak menelorkan buku-buku yang bernuansa
pendidikan pembebasan. Diantara bukunya yang sudah terbit adalah Pedagogy of the Oppressed (1972), Pedagogy of the City (1993), Pedagogy of the Hope (1956), Pedagogy of the Heart (1997), Pedagogy of the freedom (1998), Pedagogy in Process: The Letter to Guinea-Bissau (1978) buku terakhir yang sudah diterbitkan adalah pedagogy of the Indignation (2004).
Pada tanggal 2 Mei 1997, Paulo Freire meninggal dunia di Rumah Sakit Albert Einstein, Sao Paulo. Dia meninggal pada usia 75 tahun akibat serangan penyakit jantung.
Latar Belakang munculnya pemikiran-pemikiran Paulo Freire
- Kehidupan berat di waktu kecil, tatkala krisis ekonomi melanda Brasil, saat kejatuhan finansial keluarga yang sangat hebat, Paulo hidup dalam kemelaratan, kelaparan dan keterbatasan finansial. Freire kecil terpaksa belajar mengerti apa artinya menjadi lapar bagi seorang anak sekolah.
- Banyak membaca karya-karya orang yang sesuai dengan bidang yang diminatinya, namun kemudian angin membawa perhatiannya mengenai teori-teori pendidikan. Selain itu pekerjaan yang digelutinya pada awal bekerja, dia bekerja sebagai pejabat dalam bidang kesejahteraan bahkan menjadi Direktur Bagian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Pengalaman langsung selama tahun 1946-1954 membawa paulo Freire berhadapan dengan kaum miskin di kota-kota. Pengalaman itu sangat bermanfaat dalam penelitian-penelitiannya pada 1961 dan menjadi bahan dalam mengembangkan metode dialogik dalam pendidikan.
- Keresahan Sosial yang terjadi di Brasil pada awal tahun 1960-an. Munculnya sejumlah gerakan pembaharuan berkembang secara serentak. Paulo Freire terlibat di dalamnya dengan menerapkan program kenal aksara dikalangan petani di daerah timur laut. Paulo dengan Timnya berhasil menarik kaum tuna aksara untuk belajar membaca dan menulis sekaligus membawa mereka ke proses kesadaran politik.
Melalui keterlibatan dan perjuangan Paulo bersama Tim dan dalam konteks inilah "konsientisasi" kata kunci yang dipergunakannya lahir. Konsientiasi adalah istilah yang digunakan untuk mengartikan tentang kesadaran. Kesadaran yang dimaksudkannya tidak sekedar berhenti pada tahap refleksi, tetapi juga merembes sampai aksi nyata yang akan selalu direfleksikan sebagai proses timbal balik yang terus menerus. Aksi nyata (praksis) dalam pengertian Paulo Freire adalah proses dialektis yang berjalan tiada henti antara aksi dan refleksi serta antara refleksi dan aksi.
Freire memang sangat kritis terhadap pendidikan tradisional di Brasil yang bercirikan menggurui dan hafalan. Cara semacam itu dinilainya akan mengalami kegagalan dalam mendewasakan manusia, yang diharapkan mampu ikut serta menentukan nasib sendiri. Dia juga mengkritik kaum cendekiawan Brasil yang banyak berpikir dan menulis melalui kacamata pandang eropa dan Amerika Serikat, serta diilhami oleh kepentingan golongan tertentu dalam masyarakat yang ingin mempertahankan status quo demi keuntungan yang dinikmati selama ini.
Ringkasan Buku dari tiap bab
Bab pertama, berbicara mengenal kebutuhan akan suatu pendidikan bagi kaum tertindas. Masalah sentral bagi manusia adalah humanisasi. Humanisasi merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, karena sejarah menunjukkan bahwa humanisasi dan dehumanisasi merupakan alternatif yang real.
Bab kedua membahas bagaimana proses pendidikan kaum tertindas. Freire menyebut pendidikan lama sebagai pendidikan dengan "sistem Bank". Praktik pendidikan semacam itu mencerminkan penindasan yang terjadi di masyarkat sekaligus memperkuat struktur-struktur yang menindas. Pendidikan menjadi alat dominasi yang dimanfaatkan untuk penjinakkan. Sebagai alternatif, Freire menciptakan sistem baru yang dinamakan "problem-posing education" atau "pendidikan hadap masalah" yang memungkinkan konsientisasi. Dalam konsientisasi, guru dan murid bersama-sama menjadi subyek dan disatukan oleh obyek yang sama. Tidak ada lagi yang memikirkan dan yang tinggal menelan, tetapi mereka berpikir bersama.
Sedangkan pada bab ketiga, Freire menguraikan tentang dialog sebagai unsur pendidikan kaum tertindas. Inti dialog adalah kata. Kata mempunyai dua dimensi refleksi dan aksi yang berada dalam interaksi radikal. Tanpa refleksi hanya akan terjadi aktivisme, dan tanpa aksi hanya terjadi verbalisme.
Dalam bab terakhir, Freire menunjukkan bahwa teori pendidikan (tindakan) dialogik bertentangan dengan teori tindakan antidialogik. Tindakan dialogik selalu bersifat kooperatif. Itu berarti adanya kesatuan antara pemimpin dan masyarakat dalam usaha memacu proses pembebasan.
Ringkasan Buku dari tiap bab
Bab pertama, berbicara mengenal kebutuhan akan suatu pendidikan bagi kaum tertindas. Masalah sentral bagi manusia adalah humanisasi. Humanisasi merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, karena sejarah menunjukkan bahwa humanisasi dan dehumanisasi merupakan alternatif yang real.
Bab kedua membahas bagaimana proses pendidikan kaum tertindas. Freire menyebut pendidikan lama sebagai pendidikan dengan "sistem Bank". Praktik pendidikan semacam itu mencerminkan penindasan yang terjadi di masyarkat sekaligus memperkuat struktur-struktur yang menindas. Pendidikan menjadi alat dominasi yang dimanfaatkan untuk penjinakkan. Sebagai alternatif, Freire menciptakan sistem baru yang dinamakan "problem-posing education" atau "pendidikan hadap masalah" yang memungkinkan konsientisasi. Dalam konsientisasi, guru dan murid bersama-sama menjadi subyek dan disatukan oleh obyek yang sama. Tidak ada lagi yang memikirkan dan yang tinggal menelan, tetapi mereka berpikir bersama.
Sedangkan pada bab ketiga, Freire menguraikan tentang dialog sebagai unsur pendidikan kaum tertindas. Inti dialog adalah kata. Kata mempunyai dua dimensi refleksi dan aksi yang berada dalam interaksi radikal. Tanpa refleksi hanya akan terjadi aktivisme, dan tanpa aksi hanya terjadi verbalisme.
Dalam bab terakhir, Freire menunjukkan bahwa teori pendidikan (tindakan) dialogik bertentangan dengan teori tindakan antidialogik. Tindakan dialogik selalu bersifat kooperatif. Itu berarti adanya kesatuan antara pemimpin dan masyarakat dalam usaha memacu proses pembebasan.
0 comments:
Post a Comment