Pemikiran Karl Marx
1. Modal, Kaum Kapitalis, dan Kaum Proletariat
Marx menemukan
inti kaum kapitalis di dalam komoditas. Masyarakat yang didominasi oleh
benda-benda dengan nilai utamanya adalah pertukaran, menghasilkan
manusia-manusia kategori tertentu. Dua tipe utama yang diperhatikan Marx adalah
kaum ploretariat dan kapitalis. Mari Kita mulai dengan Kaum Ploretariat.
Para pekerja
yang menjual tenaga kerja mereka dan tidak memiliki alat-alat produksi sendiri
adalah anggota kaum ploretariat. Mereka tidak memiliki peralatan sendiri atau
pabrik-pabrik. Marx percaya bahwa kaum proletariat pada akhirnya kehilangan
keahlian ketika mereka melayani mesin-mesin yang sudah menggantikan keahlian
mereka. Karena aanggota kaum ploretariat berproduksi hanya untuk pertukaran,
mereka juga merupakan konsumen. Karena mereka tidak mempunyai alat-alat untuk
berproduksi bagi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, mereka harus menggunakan
upahnya untuk membeli kebutuhannya. Akibatnya, untuk dapat bertahan hidup kaum
ploretariat bergantung sepenuhnya pada upahnya. Hal ini membuat kaum
ploretariat bergantung pada orang-orang yang membayar upah. Orang-orang yang
membayar upah adalah kaum kapitalis. Kaum kapitalis adalah orang-orang yang
memiliki alat-alat produksi. Sebelum kita dapat memahami kaum kapitalis, pertama-tama
kita harus memahami kapitalisme itu sendiri. Kapital (modal) yang menghasilkan
uang yang lebih banyak lagi, modal adalah uang yang ditanamkan dari pada
digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan manusia.
Perbedaan itu menjadi lebih jelas ketika kita melihat pada apa yang dianggap
Marx sebagai titik tolak ”titik tolak modal” (1867/1967:146): Sirkulasi
komoditas. Marx mendiskusikan dua tipe sirkulasi komoditas. Satu tipe sirkulasi
adalah khas kapital: Uang (Money) – Komoditas (Commodities) – (dengan jumlah
yang lebih besar) Uang (Money).
Modal adalah
uang yang telah menghasilkan uang yang lebih banyak, tetapi Marx mengatakan
yang lebih banyak, dari pada itu: modal juga adalah suatu relasi sosial yang
khusus. Uang menjadi modal hanya karena suatu relasi sosial yang khusus. Uang
menjadi modal hanya karena suatu relasi sosial di antara, di satu pihak, kaum
ploretariat, yang melakukaan pekerjaan dan harus membeli produk, dan, dipihak
lain, orang-orang yang telah menanamkan uang itu. Kemampuan modal untuk
menghasilkan keuntungan tampak ”sebagai suatu kekuatan yang diberikan oleh
Alam - suatu kekuasan produktif yang
selalu ada di dalam modal. Menurut Marx, itu adalah relasi kekuasaan. Modal
tidak dapat bertambah kecuali dengan mengeksploitasi orang-orang yang
benar-benar melakukan pekerjaan itu. Para pekerja dieksploitasi oleh suatu
sistem, ironinya ialah bahwa sistem itu diproduksi melalui tenaga kerja dan
para pekerja itu sendiri. Sistem kapitalis adalah struktur sosial yang muncul
dari hubungan eksploitatif itu. Para kapitalis adalah orang-orang yang hidup
oleh keuntungan modal. Mereka adalah ahli waris eksploitasi kaum proletariat.
Di dalam ide modal termuat suatu relasi sosial diantara orang-orang yang
mempunyai alat-alat produksi dan orang-orang tenaga kerja upahnya
dieksploitasi.[1]
2. Eksploitasi
Bagi
Marx, ekploitasi dan dominasi lebih dari sekedar distribusi kesejahteraan dan
kekuasaan yang tidak seimbang.
Ekspliotasi merupakan suatu bagianpenting dari ekonomi kapitalis. Tentu saja masyarakat memiliki sejarah
eksploitasi, tetapi yang unik dalam kapitalisme adalah bahwa eksploitasi
dilakukan oleh sistem ekonomi yang impersonal dan “objekti”. Kemudian paksaan jarang dianggap sebagai
kekerasan, malah menjadi kebutuhan pekerja itu sendiri, yang biasaterpenuhi hanya melaui upah, secara
ironis Marx menggabarkan kebebasan upah kerja ini.
Untuk menggubah uangnya menjadi kapital
....pemilik uang harus bertemu di dalam pasar dengan buru-buruh bebas, bebas
dalam dua pengrtian, dari satu sisi sebagai seseorang yang bebas dia bisa
mengatur tenaganya sebagai komoditasnya sendiri, dan disisi lain sebagai seseorang yang tidak
memiliki komoditas lain untuk dijual,
dia kekurangan segala sesuatu yang penting untuk merealisasikan tenaganya.
Para pekerja
menjadi”buruh- buruh yang bebas”, membuat kontrak-kontrak bebas dengan para
kapitalis. Namun , Marx percaya bahwa
para pekerja tidak lagi mampu memproduksi demi kebutuhan mereka sendiri. Hal ini benar khususnyakarena biasanya
kapitalisme menciptakan apa yang disebut Marx sebagai”tentara cadangan” dari
pengagguran yang mau melakukanya. Inilah
misalnya yang ditemukan Barbara Ehrenreich sebagai tujuan iklan lowongan kerja
berupah yang rendah.
Kapitalisme
membayar para pekerja kurang dari nilai yang mereka hasilkan dan meraup
keuntungan untuk diri mereka sendiri. Hal ini membawa kita pada konsep sentral
tentang nilai-nilai suplus. Nilai
surplus di didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai produksi ketika dijual
dan nilai elemen-elemen yang digunakan untuk membuat poduk tersebut (termasuk
kerja para pekerja). Kaptalisme biasanya
menggunakan keuntungan ini untuk konsumsi pribadi, akan tetapi hal tersebut
belum mengakibatkan ekspansi kapitalisme.
Kapitalis melebarkan perusahaa mereka dengan menggubah nilai-surplus itu
menjadi modal yang akan menghasilkan nilai-nilai surplus yang lebih banyak.
Marx memberiakan sebuah ibarat, tentang hal ini” kapitalisme merupakan kerja
mati, seperi vampir, yang hiup dengan menhisap kehidupan kerja, dan makan dia
hidup, makin banyak kerja yang dihisapnya”
Marx
menggemukakan poin penting lainya tentang kapital” kapital eksis dan hanya bisa
eksis sebagai kapital-kapital. Maksudnya
disini adalah bahwa kapitalisme selalu di dorong oleh kompetisi yang tiada
henti. Kapitalisme mungkin terlihat terkontrol, meskipun mereka didorong oleh
kompetisi yang konstan antara kapital-kapial. Kapital dipaksa untuk
memperoleh lebih banyak keuntungan demi
mengakumulasikan dan menginvestasikan lebih banyak kapital. “ begitulah,
kapitalis sama dengan si kikir dalam sebuah hal yang absolut, yakni memperkaya
diri sendiri. Namun yang terlihat pada si kikir sebagai kegilaan individu, maka
dalam kapitlis terlihat terliha sebagai efek dari mekanisme sosial yan roda
penggeraknya adalah dirinya sendiri.
Keingginan
untuk memperoleh lebih banyak keuntungan dan lebih banyak nilai surplus untuk
ekspansi, mendorong kapitalisme pada apa yang disebut Marx denagan hukum-hukum
akumulasi kapital. Kapitalis berusaha mengesploitasi pekerja semaksimal
mungkin: tertendensi konstan kapitalis
adalah untuk memaksaonkos kerja kembali..ke angka Nol”. Marx berpendapat bahwa struktur dan etos
kapitalisme mendorong kapitalis dalam mengarahkan akumulasi pada penumpukan
kapital yang lebih banyak lagi. Unutk
melakukan hal ini, berdasarkan pandangan Marx bahwa kerja merupakan sumber nilai,
kapitalis digiring untuk meningkatkan eksploitasi terhadap proletariat. Inilah
yang mendorong terjadinya konflik kelas.
3. Materialisme
Historis Marx
The communist Manifesto (1848), adalah suatu
karya besar yang ditandai dengan slogan-slogan politik (misalnya kaum buruh
bersatulah). Suatu penilaian atas peradaban kapitalis yang ambivalen yaitu
peradaban yang menjadikan sesuatu menjadi mungkin dan menyingkirkan realisasi
diri, potensi kemanusiaan. Das Capital, ditulis dalam 3 jilid, dan
jilid pertama diterbitkan pada tahun 1867 dan kedua jilid lainnya setelah Marx
meninggal. Tulisan ini meruapakan gamabaran kegagalan revolusi politik tahun
1848, dimana akhirnya Marx menarik diri dari aktivitas revolusioner dan beralih
ke kegiatan penelitian tentang kapital. Marx menjadi sangat terkenal atas karya
ini dan menjadi pimpinan The International sebuah gerakan buruh
internasional dan sangat aktif mencurahkan perhatian pada gerakan ini. Menurut
Marx kontradiksi harus terjadi di tingkat sejarah yang bertolak dari materi
(bukan sejarah idea), dengan mengambil kekuatan dari Imanuel Kant dan
Hegel yaitu mengenai model kontradiksi, dialektika, dan sejarah. Dalam gambaran
karikatural “historis Idealisme” ia hal itu bagaikan orang yang berjalan dengan
kepalanya, sehingga kaki-kakinya tidak pernah menyentuh bumi. Berbeda dengan
materialisme historis, adalah manusia yang sempurna ia berjalan dengan kakinya
(kakinya benar-benar menyentuh bumi). Menurut Marx, ide jauh dari bumi
sedangkan materi menjejakkan kakinya di bumi, jadi sebenarnya yang mengubah
masyarakat dari waktu ke waktu itu adalah materi.[2]
Dasar atau fundamen masyarakat terletak dalam kehidupan materilnya. Dengan
bekerja manusia menghasilkan (berproduksi) untuk dirinya sendiri dan untuk
masyarakat. Karena pada dasarnya manusia itu produkti, artinya untuk bertahan
hidup manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam dengan bekerja seperti
mereka mendapatkan makanan, pakaian, perumahan, dan kebutuhan lain yang
memungkinkan mereka hidup. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang
memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar yang mereka miliki.
Dorongan ini yang mewujudkan mereka bersama dengan orang lain. Dengan kata lain
manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial. Mereka perlu bekerjasama untuk
menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup.[3]
Konsep Materialistis Marx yang diterapkan pada perubahan sejarah untuk pertama
kalinya dijelaskan dalam The German Ideology, disusun oleh Engeles. Tema pokok
dalam karya ini adalah bahwa perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk kesadaran,
ideologi-ideologi, atau asumsi-asumsi filosofis mencerminkan bukan menyebabkan
perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan materil manusia.[4]
4. Kelas
Sosial dan Kesadaran Kelas
Kapitalisme
adalah sistem ekonomi dimana sejumlah besar pekerja yang hanya memiliki sedikit
hak milik, memproduksi komoditas-komoditas demi keuntungan sejumlah kecil
kapitalis yang memiliki hal-hal berikut: komoditas-komoditas, alat-alat
produksi, dan bahkan waktu kerja pada pekerja karena membeli para pekerja
tersebut melalui gaji. Namun, salah satu pengertian sentral Marx bahwa
Kapitalisme lebih dari sekedar sistem ekonomi. Paling penting lagi, kapitalisme
adalah sistem kekuasaan. Rahasia kapitalisme adalah bahwa kekuatan-kekuatan
politis telah diubah menjadi relasi-relasi ekonomi (Wood, 1995). Parakapitalis
bisa memaksa pekerja dengan kewenangan mereka untuk memecat dan menutup
pabrik-pabrik. Karena hal inilah, para kapitalis bebas untuk menggunakan
paksaan yang kasar. Maka kapitalisme tidak hanya menjadi sekedar sistem
ekonomi, pada saat yang sama, kapitalisme juga merupakan sistem politis, suatu
cara menjalankan kekuasaan, dan suatu proses eksploitasi atas para pekerja. Dibawah
kapitalisme, ekonomi tampil kepada kita sebagai kekuatan alamiah. Parapekerja
diberhentikan, upah dikurangi, pabrik-pabrik ditutup, itu semua karena ekonomi.
Kita semua tidak melihat semua ini sebagai keputusan-keputusan sosial dan
politis. Hubungan-hubungan antara penderitaan manusia dan struktur2 ekonomi
dianggap tidak relevan. Tujuan Marx adalah untuk memperjelas aspek sosial dan
politis dari ekonomi dengan memperlihatkan “hukum gerak ekonomi
masyarakat modern”, selain itu Marx juga ingin memperlihatkan kontradiksi
internal yang akan mengubah kapitalisme.[5]
Marx sebenarnya
menginginkan suatu keadaan masyarakat seperti pemikir sosialis utopian tentang
suatu masyarakat yang hidup tanpa kelas. Untuk itu ia lebih memikirkan upaya
untuk membantu mematikan kapitalisme. Ia yakin bahwa kontradiksi dan konflik dalam
kapitalisme akan menyebabkan kehancuran. Oleh karena itu untuk menciptakan
sistem sosialisme orang harus bertindak pada waktu dan cara yang tepat, karena
di sisi lain kapitalisme memiliki sumber daya yang kuat dalam mencegah
munculnya sosialisme. Menurut Marx kapitalisme dapat dikuasai jika kaum
proletariat dapat melakukan tindakan secara bersama mewujudkan suatu sistem
sosialisme yang dalam pengertian masyarakat dimana orang mula-mula akan
mendekati citra ideal. Walaupun dengan bantuan teknologi modern dalam
masyarakat yang ideal itu tetap berinteraksi dengan alam dan orang lain secara
selaras untuk menciptakan segala sesuatu yang mereka butuhkan dalam hidup.
Dengan kata lain, dalam masyarakat manusia tidak lagi teralienasi.[6]
Jadi “dalam ekonomi politik kita bisa menemukan anatomi masyarakat sipil “.
Struktur ekonomi masyarakat merupakan “fondasi riil yang menjadi dasar
pendirian bangunan yuridis dan politik, serta menjadi jawaban atas
bentuk-bentuk kesadarn sosial yang telah ditentukan” bukan kesadaran
manusia yang menentukkan eksistensinya, malahan sebaliknya “eksistensi
sosialnya yang menentukan kesadaran mereka”.[7]
5. Agama
Marx
juga melihat agama sebagai sebuah ideologi.
Dia merujuk pada agama sebagai candu masyarakat. Marx percaya bahwa agama, seperti halnya
ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa
kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka
mereka diberikan suatu bentuk agama.
Marx dengan jelas menyatakan bahwa dia tidak menolak agama, pada
hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.
Bentuk keagamaan ini mudah di kacaukan dan oleh karena itu selalu
berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan
keagamaan sering berada garda depan dalam melawan kapitalisme (lihat,misalnya,
teologis pembebasan).
6. Komunisme dan Sosialisme
Istilah sosialisme selalu identik
dengan sosok Karl Marx. Padahal pemikiran tentang sosialisme terlampau jauh
berkembang sejak abad ke V – sebelum Marx mulai memikirkan recolusi
proletariat. Pemikiran Marx sendiri tentang sosialisme sebenarnya sudah
termaktub dalam beberapa karya dan budaya Yunani kuno – meskipun terbatas pada
objek dari sosialisme itu sendiri. sosialisme untuk semua digagas oleh Jambulos
dan Euhemeros. Jambulos mendeskripsikan sebuah ‘negara matahari’ dimana
segala-galanya – termasuk para isteri – dimiliki bersama.
Kata ‘sosialisme’ sendiri mucul
di Prancis sekitar tahun 1830, begitu juga ‘komunisme’. Kedua kata ini pada
awalnya memiliki makna yang selaras, namun ‘komunisme’ segera dipakai oleh
golongan sosialis radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi
dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan komunis itu dari kebaikan
pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan kaum terhisap sendiri (Frans.
2003:14). Sosialisme pada abad pertengahan memiliki motif-motif yang erat
dengan nilai-nilai religius tertentu, yaitu Kristen. Terutama dalam pertimbanhan
tentang penyambutan Kerajaan Allah, Orang harus bebas dari keterikatan.
Sedangkan memasuki zaman
pencerahan, perkembangan paham sosialisme tidak mampu berkembang pesat. Hal ini
disebabkan dominasi golongan borjuasi yang menuntut kebebasan politik supaya dapat
bebas berusaha dan berdagang untuk kepentingan milik pribadi – sebesar dan
sebebas mungkin. Sejak bergulirnya Revolusi Prancis (1789-1795), sosialisme
memasuki era modern dalam perkembangannya. Keyakinan dasar para pemimpin
sosialis modern adalah, secara prinsipil produk pekerjaan merupakan milik si
pekerja. Milik bersama dianggap tuntutan akal budi. Mereka meyakini bahwa
masyarakat akan berjalan jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan milik pribadi.
Sejalan dengan perkembangan
sosialisme, paham komunisme sebagai ‘sosialisme radikal’ pun berkembang
mengiringi perkembangan induknya. Sejarah perkembangan kedua pemikiran ini –
sampai saat ini – seolah mengerucut pada pergolakan yang terjadi di belahan
Eropa, khusunya Uni Soviet – sekarang Rusia. Diantara tokoh-tokoh yang memiliki
dominasi penuh atas kedua pemikiran ini adalah Karl Marx, Engels, Stalin, dan
George Lukaes. Oleh karena itu, untuk memahami perkembangan pemikiran sosialis
dan komunis, penulis menitik beratkan kajian pada perkembangan pemikiran Marx,
Engels, dan Stalin. Sedangkan untuk memperkuat pengaruh pemikiran sosialisme
dan komunisme modern, tulisan George Lukaes yang berjudul History and Class
Conciousness (1923) tentunya tidak dapat ditinggalkan.
7. Kegiatan dan Alienasi
Inti seluruh
teori Marx adalah proposisi bahwa kelangsungan hidup manusia serta pemenuhan
kebutuhannya tergantung pada kegiatan produktif di mana secara aktif orang
terlibat dalam mengubah lingkungan alamnya. Namun, kegiatan produktif itu
mempunyai akibat yang paradoks dan ironis, karena begitu individu mencurahkan
tenaga kreatifnya itu dalam kegiatan produktif , maka produk-produk kegiatan
ini memiliki sifat sebagai benda obyektif yang terlepas dari manusia yang
membuatnya.
Tentang
alienasi menurut Marx merupakan akibat dari hilangnya kontrol individu atas
kegiatan kreatifnya sendiri dan produksi yang dihasilkannya. Pekerjaan dialami
sebagai suatu keharusan untuk sekedar bertahan hidup dan tidak sebagai alat
bagi manusia untuk mengembangkan kemampuan kreatifnya. Alienasi melekat dalam
setiap sistem pembagian kerja dan pemilikan pribadi, tetapi bentuknya yang
paling ekstrem ada di dalam kapitalisme, dimana mekanisme pasar yang impersonal
itu, menurunkan kodrat manusia menjadi komoditi, dilihat sebagai satu pernyataan
hukum alam dan kebebasan manusia. bentuk ekstrem alienasi itu merupakan akibt
dari perampasan produk buruh oleh majikan kapitalisnya.
Marx menekankan
bahwa alienasi kelihatannya benar-benar tidak dapat dielakkan dalam pandangan
mengenai kodrat manusia yang paradoks. Di satu pihak manusia menuangkan potensi
manusiawinya yang kreatif dalam kegiatannya, dilain pihak, produk-produk
kegiatan kreatifnya itu menjadi benda yang berada di luar kontrol manusia yang
menciptakannya yang menghambat kreativitas mereka selanjutnya.
Bagi Marx
alienasi akan berakhir, bila manusia mampu untuk mengungkapkan secara utuh
dalam kegiatannya untuk mereka sendiri, sehingga ekspolitasi dan penindasan
tidak menjangkiti manusia lagi.
[1] George Ritzer, Teori Sosiologi,
Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern,Yogyakarta
2012
[2] Agus Salim, Perubahan Sosial :
Sketsa Teori, Refleksi Metodologi dan KasusIndonesia,Yogyakarta : PT Tiara
Wacana, 2002, hlm 29.
[3] George Ritzer dan Douglas J.Googman, Teori
Sosial Modern,Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm 31.
[4] Roberth M.Z. Lawang, Teori Sosiologi Klasik
Modern,Jakarta : Pt Gramedia, 1988, 130.
[5] Ibid, 58-59
[6] Ibid, 34
[7] Anthony Giddens, Daniel Bell, Michael
Forse,dkk. Sosiologi (Sejarah dan Berbagai Pemikirannya),Yogyakarta, Kreasi Wacana,2004, hlm 23.